21:10 WIB
Kamis, 040107
Kini aku tersudutkan di ruang yang tak beruang. Dihimpit tembok-tembok kebohongan, dinding-dinding yang berkedok keajaiban, dan tiang-tiang kemunafikan.
Satu rembulan hanya beralaskan senyum manis. Bersimpuh aroma kepalsuan. Berkedok topeng-topeng yang sering kuraba, kuresapi, bahkan sesekali ingin kuremas-remas dan kubuang selamanya.
Dan lima rembulan, baru saja menyinarkan kelemahgemulaian, hingga hati dan gejolak jiwaku terenyuh oleh sinarnya. Bukan … bukan hanya sinarnya, bahkan sama sekali tak berkedok kepalsuan.
Di malam yang penuh teka-teki, enam rembulan kini rapuh sinar gemulainya. Disibakkan kenistaan, kebohongan, kepalsuan, kemunafikan, dan keajaiban … ya … keajaiban yang sering aku temui saat dinding-dinding kebenaran mulai rapuh, saat tiang-tiang kepalsuan mulai berdiri kembali.
Kini aku sungguh tersudutkan ruang, bahkan malam mulai menghimpit jiwa, saat enam rembulan semakin rapuh sinar gemulainya. Sungguh teka-teki malam, dan aku tak bisa membaca pertanda-pertanda itu.
Dan kini aku semakin tersudutkan ruang dan malam. Hilang dilebur kejaiban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar